Latest Updates
Tampilkan postingan dengan label cacat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cacat. Tampilkan semua postingan

Pianis dengan 4 Jari

diterjemahkan dari 4-finger pianist

Cerita ini akan menginspirasi Anda ... untuk menyadari bagaimana orang dapat mengatasi kesulitan!

Apa yang Anda lakukan ketika Anda lahir dua jari pada masing-masing tangan dan ketika berusia tiga tahun kaki Anda diamputasi di bagian lutut? Nah, jika Anda Hee Ah Lee, Anda akan menjadi seorang pianis konser. Sekarang dia seorang pemain piano profesional, dan Anda akan senang mendengar dia bermain piano, dengan menonton video di bawah ini:




Hee Ah Lee lahir dengan cacat fisik yang parah. Dia hanya memiliki dua jari di tiap tangan. Dan kakinya hanya sampai lutut. Dokter hanya berharap dia bisa terus bertahan hidup. Tapi dia benar-benar hidup. Pada usia enam tahun dia mulai bermain piano. Pada saat itu, empat jari-jarinya sangat lemah. Dia bahkan tidak bisa memegang pensil. Ibunya berharap bermain piano akan memperkuat jari-harinya.

Keputusannya membawa hasil. Tapi lebih dari itu, Lee menemukan panggilannya di sini. Dia sekarang keliling dunia, bermain piano untuk membuat penonton tertegun. Dia memainkan karya-karya yang akan sulit bagi pianis dengan anggota badan normal.

Video itu nyata dan Hee Ah Lee benar-benar ada. Ini adalah kisah seorang ibu dan putrinya yang telah mengatasi rintangan sejak dini.


Ibu Lee tiba-tiba hamil tanpa diharapkan saat menikah dengan seorang pria cacat. Dokter mengatakan kepadanya bahwa karena obat yang telah dikonsumsinya anaknya tidak akan lahir normal. Dia memilih untuk melanjutkan kehamilan dan pada tahun 1985 di Seoul, Korea Selatan, Hee Ah Lee lahir dengan hanya dua jari pada setiap tangan, kakinya cacat, dan mengalami cedera otak ringan. Rumah sakit mengatakan kepada Sun bahwa dia tidak bisa merawat anak itu di rumah dan kerabat ingin agar anak itu adopsi di negara asing. Tetapi Sun merasa bayinya itu cantik dan bertekad bahwa anaknya itu akan menjalani kehidupan yang sukses.


Ketika Lee masih pra-sekolah ibunya memutuskan agar putrinya mengambil pelajaran piano karena dua alasan. Salah satunya adalah bahwa ia merasa itu akan membantunya memperkuat tangannya agar dia bisa memegang pensil. Alasan lain adalah bahwa ia merasa bahwa jika putrinya bisa menguasai piano, putrinya akan bisa menguasai yang lain. Selama enam bulan sekolah piano itu tidak memberikan harapan apa-apa malah seorang guru yang menerima tugas mengajari putrinya merasa putus asa dan ingin berhenti. Ini menyebabkan perang kehendak antara ibu dan anak yang berlangsung selama 3 bulan yang menyebabkan membuat putrinya frustrasi. Dia mengatakan Lee bangkit kembali di kursi piano dan untuk pertama kalinya memainkan lagu anak-anak yang telah dipelajarinya. Itu adalah titik balik dan satu tahun kemudian Lee memenangkan hadiah utama dalam konser piano untuk anak TK.Pada usia 7 Lee memenangkan  National Handicap Conquest Contest Korea yang ke-19 dan menerima penghargaan dari Presiden Korea.

Pada usia ke 22 Lee telah memenangkan berbagai penghargaan, dan merupakan pianis konser yang banyak bepergian dengan lebih dari 200 pertunjukan. Album pertamanya berjudul “Hee-ah, a Pianist with Four Fingers” dirilis pada bulan Juni 2008.

Lee sangat menghargai ibunya yang telah menantangnya untuk menguasai piano. Lee mengatakan bahwa meskipun latihannya sulit, "seiring berlalunya waktu, piano menjadi sumber inspirasi dan sahabatku."




Baca juga:
Angga Fajar, Putra Tukang Bangunan Yang Lulus S2 Dengan IPK 4,00
Anak “Bodoh” Peraih Hadiah Nobel
Kisah Achara Poonsawat: Learning by Doing not Teaching
Sekolah Normal karena Banyak Kecurangan, Andri Rizki Putra Giat Bangun Pendidikan Kejujuran
Kekecewaan dan Penderitaan Dapat Mengubah Orang Biasa Menjadi Luar Biasa

Dianggap Pengemis Karena Keterbatasan Fisik

Dikutip dari Family Guide

beli mobilKeterbatasan fisik bukan penghalang meraih kesuksesan. Paling tidak itulah yang tercermin pada

Lelaki yang lahir tahu 1970, di dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur ini adalah pemillik toko elektronik “Cahaya Baru” di kota trenggalek dan Magetan, Jawa Timur. Bagi orang Trenggalek , Magetan dan sekitarnya, nama toko itu sudah tidak asing lagi. “Cahaya Baru” dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar. Omsetnya sudah mencapai 150 juta per bulan. Sugimun memberi nama tokonya dengan “Cahaya Baru”, dengan dimaksudkan untuk mewakili sebuah harapan harapan baru bagi diri dan keluarganya, Keberhasilan Sugimun seperti sekarang tidak lepas dari usaha dan doa ibunya. Maklum, selain sejak kecil cacat, Sugimun juga lahir dari keluarga miskin. Saking miskinnya, ia tidak sempat mengenyam pendidikan formal. “Sekolah TK saja enggak pernah,” kenangnya. Perubahan kehidupan Sugimun berawal pada usia 19 tahun. Ketika itu, seorang aparat desa beberapa orang dari Dinas Sosial datang ke rumahnya. Mereka mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan dan rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di kota Bangil, Jawa Timur. Ditempat tersebut Sugimun mengikuti bimbingan fisik, mental, serta pendidikan kejar Paket A.

“Pada awalnya, saya merasa rendah diri karena semua teman saya penyandang cacat memiliki pendidikan formal mulai dari SD, SMP bahkan ada yang lulusan SMA,” kenangnya. Sedangkan dirinya belum mengenal baca tulis. Namun karena tekadnya untuk bangkit dan tidak ingin bergantung pada orang lain, rasa rendah diri itu dibuangnya jauh-jauh. Di Suryatama, ia belajar keterampilan elektronik seperti radio, sound system, kipas angin, televise, dan lain sebagainya.” Katanya. Setelah dua tahun mengikuti program pelatihan, Sugimun kembali pulang kampung. Namun ia tidak punya aktivitas di desanya. Akhirnya ia mencoba mencari kerja di tempat usaha servis elektronik. Sayangnya, kebanyakan berujung pada penolakan. “Mungkin mereka menilai saya tidak cukup mampu bekerja dengan baik karena kondisi fisik seperti ini,” kenangnya.
Sugimun, pemilik tiga unit toko elektronik “Cahaya Baru” Suatu ketika Sugimun pergi ke Solo untuk membeli mobil. Ketika akan masuk ke sebuah shoowroom mobil, seorang karyawan menghampirinya dan mengulurkan uang recehan kepadanya. Diperlakukan seperti itu Sugimun segera menukas, “Oh, saya bukan pengemis, Mas. Saya cari mobil.” Tentu saja si karyawan tersebut kaget dan cepat-cepat masuk ke dalam sambil menanggung malu. Menurut Sugimun, si karyawan mengira dirinya seorang pengemis karena menggunakan kursi roda, “Waktu itu sopir saya sudah duluan masuk show room,” kenang Sugimun tersenyum.

Yang menyedihkan, seringkali ia disangka pengemis saat melamar pekerjaan. Ia baru bisa bekerja tatkala seorang teman di Kediri menerimanya sebagai karyawan sebuah bengkel elektronik. Namun karena suatu alasan, tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk pulang kampung. Ia pun mencoba melamar pekerjaan di kota kelahirannya. Lagi-lagi ia kembali mendapatkan penolakan, “Hal ini membawa saya pada kesimpulan bahwa saya harus membuka lapangan pekerjaan untuk bisa bekerja,” katanya.

Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit serta pengalaman yang ditolak berkali-kali membuat Sugimun nekad berusaha sendiri. Berbekal restu sang ibu, tahun 1992 ia menjual perhiasan emas milik ibunya senilai Rp. 15.000,-. Uang tersebut sebagian ia pakai untuk menyewa lapak emperan pasar sayur Magetan. Di tempat yang kecil itu, ia membuka usaha jasa servis elektronik dan menjual isi korek api. Dengan perlengkapan seadanya, setiap hari ia melayani pelanggannya.Untuk menjalankan usahanya, Sugimun harus berjuang keras. Betapa tidak, jarak perjalanan dari rumah ketempat usahanya sangatlah jauh. Dari desanya yang terpencil, ia harus berjuang menempuh jarak satu kilometer untuk menuju ke tempat mangkal angkutan umum yang akan membawanya ke kiosnya. Belum lagi jarak menuju pasar sayur. Ditambah lagi naik-turun angkutan umum. Bagi orang fisiknya normal, hal itu bukan masalah. Namun bagi Sugimun yang kakinya layuh (lumpuh) akibat polio, terasa berat.

Usahanya itu juga terkadang ramai, terkadang sepi. “Namun, saya tetap yakin Allah Maha Adil, Pengasih dan Pemurah,”katanya. Dengan penuh ketelatenan dan kesungguhan, Sugimun berusaha meraih kepercayaan para pelanggan, terutama dalam menepati janji. Ia berusaha keras untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Ia juga tidak pelit menjelaskan kepada pelanggannya tentang kerusakan dan onderdil yang harus dibutuhkan, termasuk harga dan kualitas onderdil yang bervariasi. “Ternyata dengan cara seperti itu kepercayaan bisa didapatkan,” katanya.

Kiosnya semakin sering dikunjungi orang. Berarti, kebutuhan akan onderdil elektronik juga meningkat. Peluang inilah yang ia baca. Ia mulai menyisihkan uangnya untuk modal pembelian onderdil. sedikit demi sedikit ia juga melengkapi kiosnya dengan barang elektronik. Karena semakin lama barangnya kian banyak, akhirnya ia memberanikan diri membeli toko. “Alhamdulillah ramai,” jelasnya. Kini ia telah memiliki tiga unit toko.

Meski kini menjadi orang sukses, Sugimun tidak lupa terhadap keluarganya. Sebagai anak tertua dari delapan saudara, ia merasa bertanggung jawab atas eberlangsungan pendidikan adik-adiknya. Oleh karenanya, sebagian rezekinya ia gunakan untuk membantu biaya pendidikan tiga orang adiknya, ia mangajak mereka untuk membantu menjalankan toko elektroniknya. Ia berharap agar kelak, saudara-saudaranya yang lain mampu mandiri. “Saya bahagia bisa menyekolahkan ketiga adik saya hingga tamat SMU,” katanya.

Kebahagiaannya semakin lengkap ketika ia menemukan jodohnya bernama Nursiam. Perempuan yang ia nikahi itu kini memberinya tiga orang anak. Selain itu, Sugimun juga membantu orang-orang di daerah sekitarnya. Ia tidak membantu dalam bentuk uang, melainkan berupa pemberian kesempatan pendidikan dan keterampilan. Ia membina beberapa yatim dan anak cacat agar memiliki berbagai keterampilan yang berguna bagi masa depan mereka kelak.

“Pengalaman masa lalu membuat saya sadar, bahwa pendidikan dan keterampilan sangat berguna bagi orang-orang seperti saya,” katanya sambil tersenyum. Ada tiga anak yatim cacat yang kini ia asuh. Tidak banyak memang, tetapi paling tidak, ia telah berbuat sesuatu untuk sesamanya. Satu hal yang ia syukuri, ia hanya cacat fisik, bukan cacat rohani. Cacat fisik yang ia alami tidak membuatnya jatuh terpuruk mengharap belas kasih orang lain, melainkan sebagai pelecut semangat untuk menggapai cita-cita mandiri. Kini, meski ia secara fisik tidak sempurna, tetapi ia mampu berbuat lebih. Melebihi dari apa yang bisa dilakukan oleh orang normal. “Ini semua rahasia Allah, bahwa orang cacat seperti saya, diberi kemampuan untuk membantu orang lain,” katanya.

Sumber : pengusahamuslim.com



Baca juga:
Bapakku Seorang Waria

Total Pageviews