Latest Updates

PhD in Life


Sore hari itu, saat saya berpamitan dengan teman-teman di lab kampus, ada rasa yang berbeda tertinggal.  Sepuluh menit yang lalu, saya baru saja usai melakukan gladi resik untuk presentasi final dalam rangka kandidatur PhD saya di depan supervisor dan juga teman-teman saya satu lab. Presentasi berjalan cukup lancar meskipun menurut saya sebetulnya kualitasnya bisa lebih ditingkatkan lagi.  Saya juga mendapatkan banyak pertanyaan dan masukan yang konstruktif dari mereka yang hadir menonton gladi resik saya.

Minggu depan adalah hari penentuan, di mana saya akan berhadapan dengan board of panel dan mahasiswa PhD lain di School of Psychology universitas saya, mempresentasikan hasil penelitian yang telah saya jalani selama tiga tahun ini.

Saya melirik jam dinding di lab, pukul empat sore -dua jam lebih awal dari waktu biasa saya pulang. Saya beranjak dari tempat duduk menuju pintu lab. Saya tarik gagang pintu, melangkahkah satu kaki keluar, dan menoleh ke belakang. Rekan-rekan saya menatap saya dengan perasaan yang sukar untuk dilukiskan: ada rasa iba, kasihan, dan terharu. Satu kalimat terucap dari salah satu rekan lab saya, “Enjoy your day.”

Saya tersenyum geli. Biasanya mereka mengucapkan kata-kata standar, seperti “See you tomorrow” atau yang lainnya. Saya tahu mereka berusaha menyemangati saya dengan pekerjaan yang baru saya tekuni seminggu belakangan ini. A toilet guy.

“Hei, for all it’s worth, I am doing PhD …..in life,” ujar saya mencairkan suasana, dan teman-teman yang tadinya salah tingkah akhirnya tersenyum.


Kami telah banyak berdiskusi sebelumnya tentang betapa unik tantangan hidup saya karena selain berkutat dengan PhD -yang menurut versi mereka membutuhkan komitmen penuh-, saya masih harus dibebani dengan kerja sampingan, sebagai seorang cleaner pula. Bahwa seharusnya jalan hidup saya tidak mengenaskan seperti ini, harus banting tulang di sela-sela kesibukan saya belajar. Mereka berpendapat bahwa seharusnya ada suatu sistem yang menyokong kehidupan para calon ilmuwan ini agar mereka bisa lebih fokus dalam kegiatan penelitian -atau hal-hal lain yang yang lebih mengedepankan fungsi kognitif.

Well, life is not always what we want it to be.

Jika direnungkan lagi, apa yang salah dengan menjadi cleaner ketika kebetulan Anda juga adalah seorang mahasiswa PhD? Memang benar bahwa mahasiswa PhD adalah salah satu posisi terhormat. Jika Anda bertemu orang di jalan, dan mereka bertanya apa yang Anda lakukan, lalu Anda menjawab sedang menekuni PhD, mereka umumnya akan menganggap Anda cerdas. Apalagi jika Anda tengah menekuni PhD di bidang-bidang yang rumit, misalnya: nanoteknologi, dll, maka orang akan semakin angkat topi.

Tapi sesungguhnya menurut saya, tidak ada yang salah dengan menjadi cleaner. Hanya karena mereka membersihkan kotoran yang orang lain hasilkan, tidak menjadikan mereka lebih rendah derajatnya daripada orang lain. Jika tukang sampah di kompleks perumahan Anda cuti selama sebulan, maka bisa dipastikan Anda akan sangat merindukan dan berharap mereka kembali. Jika Anda menganggap derajat mereka lebih rendah daripada Anda, bagaimana bisa Anda  membutuhkan tukang sampah Anda, lebih daripada tukang sampah membutuhkan Anda?

Sesungguhnya, di Sydney paling tidak, orang lokal sangat menghargai pekerjaan cleaner. Tidak semua orang tahan melakukannya, dengan baik dan sangat komitmen maksud saya. Setiap kali saya menyelesaikan tugas saya, orang di sini selalu berterima kasih. Orang di sini juga hampir selalu menyapa kami dan menanyakan bagaimana kabar kami. Cleaner adalah suatu bentuk profesi, sama dengan pekerja kantoran, atau bahkan selebritis. Sama-sama memiliki ukuran kinerja dan tanggung jawab masing-masing. Perbedaan yang kita hadapi di jenis-jenis pekerjaan tidak menjadikan kita, sebagai manusia, lantas diperlakukan berbeda.

Ironisnya, bagaimana dengan mahasiswa PhD? Saya sering mendapatkan para mahasiswa PhD yang terhormat itu “memilih” untuk tidak menunaikan tuntutan akademik sehingga pada akhirnya harus memohon kebaikan hati dosen pembimbing untuk meluluskannya. Jika Anda seorang cleaner, dan memohon kebaikan hati supervisor untuk tidak melakukan tugas dengan baik, maka bisa dipastikan Anda dipecat saat itu juga.

Jadi mengapa pula kita memandang sebelah mata pada profesi seperti ini, jika kita sendiri menutup mata dengan ketidaksempurnaan yang selama ini kita perbuat?

Bagi saya menjadi cleaner adalah suatu pekerjaan yang saya pilih setelah melalui berkali-kali pemikiran dan proses pengambilan keputusan. Salah satunya adalah karena pilihan waktunya yang tidak bakal mengganggu kesibukan kuliah saya, karena biasanya jam kerja saya sore hingga menjelang tengah malam. Kebutuhan hidup yang tinggi di Sydney, menghendaki saya dan istri untuk berjibaku bertahan hidup. Selama halal dan tidak merugikan orang lain, juga memberikan keuntungan secara finansial bagi kami sekeluarga serta tidak mengganggu hal utama yang menjadi alasan saya dikirim ke sini, saya enggan pilih-pilih pekerjaan.

Bagi saya, toh, bekerja sebagai cleaner ini merupakan tantangan hidup yang harus saya lewati dalam rangka pencapaian gelar PhD (atau Doctor of Philosophy) in Cognitive Neuroscience. Dulu saya merasa bahwa PhD ini hanya satu tingkatan lebih tinggi ketimbang studi master. Namun ternyata saya salah besar. Karakteristik studi PhD ini tidak sekedar menuntut kami handal dari sisi akademik saja, namun juga sikap mental. Bagaimana kita melalui rintangan demi rintangan dengan hati lapang dan kepala dingin. Tingkat uncertainty yang tinggi dari studi PhD, ditambah lagi karakteristik belajar yang cenderung independent-learning, membuat para mahasiswa PhD dituntut untuk mendapatkan keterampilan akademik yang dibutuhkan dengan usaha mereka sendiri. Hal ini tidak mudah, seringnya menimbulkan depresi.

Bagaimana cara mereka bertahan dan juga berjuang untuk mendapatkan hasil adalah alasan mengapa mereka berhak menyandang gelar Doctor of Philosophy. Saya sulit membayangkan ada lulusan PhD yang pintar, namun tanpa disertai perubahan mentalitas, karena sesungguhnya keseluruhan proses kandidatur PhD ini diarahkan untuk mendidik mentalitas yang handal.

Life is not always what we want it to be. Setiap orang memiliki tantangan tersendiri dalam hidupnya. Kita mengambil keputusan sendiri, dan harapannya bisa mengambil buah pembelajaran dari proses tersebut. Sama halnya dengan studi PhD, saya merasakan banyak belajar dari profesi saya menjadi seorang cleaner. Sehingga pada akhirnya saya merasa bahwa keseluruhan rangkaian tantangan dalam hidup saya yang menggiring saya pada esensi Doctor of Philosophy yang sebenarnya, yaitu: PhD in Life

PhD in Life adalah jenis keilmuan yang sangat rumit -karena tidak ada panduan resmi, tidak ada rumus, bahkan kurikulum. Sama halnya dengan studi PhD konvensional, bahkan lebih rumit lagi, karena bidang ilmu ini memiliki tingkat uncertainty yang tinggi. Bahkan lebih mengerikan lagi, karena standar kelulusannya tidak jelas, jarang ada feedback, dan nyaris tanpa dosen pembimbing.

Di instansi di mana saya menimba PhD in Life ini, saya belajar tentang esensi sebuah kehidupan melalui suatu proses pengalaman dan refleksi. Sama halnya dengan ketika saya mencermati grafik di PhD saya yang satunya, dan mencoba mengartikan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Sama-sama membutuhkan proses kognitif yang tinggi -namun tentu saja jika kita memilih melakukannya demikian. Kita bisa saja menekuni PhD, yang mana saja, dengan masa bodoh, dan jika beruntung kita lulus. Dengan demikian kita akan menjadi lulusan PhD yang hanya pintar tanpa dibarengi dengan kematangan mentalitas; atau lebih malang lagi: PhD yang bahkan tidak memiliki keduanya -yang hanya lulus karena belas kasih dosen pembimbing dan juga kebijakan kampus yang takut kehilangan mahasiswa internasional sebagai salah satu sumber pemasukan terbesar.

Dua macam PhD ini memiliki kemiripan lain. PhD in Life mengajarkan saya sisi kehidupan yang belum pernah saya eksplorasi. Suatu proses yang dilakukan mungkin tanpa imbalan yang sepadan namun tetap memiliki tuntutan tinggi. Sama saja dengan PhD saya yang satunya, bahwa ketika saya berusaha sebaik-baiknya, saat ini saya masih saja khawatir menunggu berita perpanjangan beasiswa saya, sementara tuntutan akademik tidak akan pernah melunak.

Jika di PhD saya yang satunya saya dipanggil “G”, di PhD in Life ini saya kerap dipanggil dengan sebutan “that toilet guy”. Saya berasumsi bahwa nama panggilan itu disebabkan karena nama saya sulit dieja oleh orang-orang sini. Namun demikian panggilan saya di PhD in Life ini sangat deskriptif karena menggambarkan apa yang saya lakukan selama menekuni proses pembelajaran ini.

stylific cleanYa, saya membersihkan toilet di suatu kompleks perkantoran yang terletak di salah satu daerah tersibuk di Sydney. Pekerjaan saya mencakup serangkaian kegiatan mulai dari membersihkan sisa-sisa cipratan apa saja yang orang lemparkan ke toilet (dan seringnya meleset), mengganti cairan sabun tangan, mengganti tissue, hingga mengepel lantai. Terkadang saya juga harus membantu teman untuk mengepel koridor atau membuang sampah di ruang kantor jika saya masih punya sisa waktu.

Di PhD jenis ini saya banyak belajar, selain dari berbagai macam keilmuan yang sifatnya praktis seperti:  bagaimana cara mengepel yang benar, hingga hal-hal yang sifatnya lebih prinsipil, misalnya strategi membersihkan toilet yang hanya dalam hitungan beberapa menit. Sifat pekerjaan ini menghendaki kecepatan dan kualitas. Sama dengan PhD satunya yang lebih konvensional, namun anehnya dengan toleransi yang lebih tinggi terhadap kecepatan. Berapa persen di antara kita yang melakukan perpanjangan studi berulang-ulang? Jika dosen pembimbing Anda bisa memaafkan keterlambatan Anda, coba Anda melakukan hal yang sama dengan supervisor Anda di PhD ini? Beruntung, jika Anda tidak -minimal- yah dibentak-bentak.

Selain itu saya juga belajar bagaimana menjadi tegar dan berkepala dingin. Tidak jarang saya diteriak-teriaki oleh supervisor saya yang menegur saya ini-itu yang padahal bukan merupakan kesalahan saya. Seperti misalnya ketika senior meminta saya mengambil brush pada awal-awal training, dan saya agak bingung karena kita baru saja selesai menyikat sehingga mungkin yang dimaksud adalah mop. Lalu saya tanya ke dia, apakah yang dia maksud adalah mop, dia tetap ngotot dan bilang supaya saya tidak banyak menginterupsi. Setelah saya ambil brush, ternyata dia malah marah-marah dan menunjuk barang yang bagi saya -dan setelah saya cek di Google.com- adalah mop. Senior saya memang adalah seorang imigran yang menurut saya bahasa Inggris-nya kurang begitu jelas. Kebanyakan saya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan hanya karena terkendala komunikasi. Hal yang tidak begitu saya rasakan ketika saya masih mengajar mahasiswa lokal di sini, dan akhirnya harus dihentikan atas saran dari dosen pembimbing saya.

Lain hari dia meminta saya untuk mengambilkan mitre. Saya hanya bengong, barang apa itu? Lalu saya tanya dia dengan perasaan was-was. Dia menatap saya dengan tatapan takjub, “Kamu sudah tiga tahun di sini tidak tahu mitre?!” Hardiknya.

Saya tersenyum kecut, mungkin disangkanya semua “imigran” sesampainya di Sydney langsung otomatis bekerja menjadi cleaner. Mendengar pertanyaannya, saya hanya bersabar dan meminta dia menjelaskan apa yang akan diperbuat dengan mitre ini. Akhirnya dia bilang bahwa dia akan memakainya untuk membersihkan kaca bagian atas.

“Do you mean you need something to make you taller… you knouw like high…high?” Sambil saya menggerakkan tangan saya ke atas. Kadang-kadang saya takut score IELTS saya jadi turun drastis gara-gara penggunaan Bahasa Inggris saya yang makin kacau.

Dia mengangguk, mungkin sambil membatin, akhirnya si idiot ini paham. Saya akhirnya tahu yang ia mau: tangga. Bahasa inggrisnya: ladder. Mitre ternyata adalah merk ladder yang ada di ruang penyimpanan barang-barang kami.

Ada lagi cerita lain di mana saya harus menggantikan seorang pegawai cleaner yang sedang cuti. Di sana sayang bekerja dengan seorang kebangsaan Bangladesh yang sudah puluhan tahun tinggal di Sydney. Usianya sekitar 50-an. Beliau ramah dan baik hati. Saya sangat menikmati bekerja dengan dia, meskipun sebenarnya agak kesulitan juga karena Bahasa Inggris dia sangat terbatas.

Seperti misalnya dia menjelaskan ada beberapa ruang yang saya harus “clean oke-oke” dan “clean good“. Mendengarnya pertama kali, saya geli sendiri -dan inilah alasan saya menyukai pekerjaan saya. Selalu ada hal yang membuat saya tergelitik. Lalu setelah saya bertanya, dia menjelaskan dengan panjang lebar. Akhirnya saya memahami bahwa “clean oke-oke” adalah istilahnya untuk membersihkan dengan cepat -jika tidak ada kotoran maka biarkan saja. Sedangkan “clean good” berarti harus dibersihkan semaksimal mungkin. Dia juga menambahkan jika “many many dirty” maka saya harus menggunakan cairan khusus.

Apapun yang saya hadapi, saya selalu tersenyum dan menganggap ini adalah lika-liku kehidupan. Suka dan duka adalah bumbu kehidupan. Kita senantiasa harus mengambil hal yang positif, membuang hal negatif, dan belajar dari yang terbaik. Mungkin inilah esensi dari  PhD in Life: bersikap positif, tersenyum, dan senantiasa belajar dari pengalaman hidup yang tidak selamanya sempurna.

Well, that’s life, now that you know it.

copas dari: http://stylificnow.com/2015/08/07/phd-in-life/

Kisah Anak Durhaka dari Singapura

Sebuah Dekrit di keluarkan oleh Sang Perdana Menteri untuk melindungi nasib para orang tua dari anak-anak yang durhaka pada orang tuanya !

Sebuah Kisah Nyata dari Negeri tetangga Singapura beberapa dekade lalu yang cukup menghebohkan hingga Perdana Menteri saat itu, Lee Kwan Yew senior turun tangan dan mengeluarkan dekrit tentang orang lansia di Singapura.

Dikisahkan ada orang kaya raya di sana mantan Pengusaha sukses yang mengundurkan diri dari dinia bisnis ketika istrinya meninggal dunia. Jadilah ia single parent yang berusaha membesarkan dan mendidik dengan baik anak laki-laki satu-satunya hingga mampu mandiri dan menjadi seorang Sarjana.

Kemudian setelah anak tunggalnya tersebut menikah, ia minta ijin kepada ayahnya untuk tinggal bersama di Apartemen Ayahnya yang mewah dan besar. Dan ayahnya pun dengan senang hati mengijinkan anak menantunya tinggal bersama-sama dengannya. Terbayang dibenak orangtua tersebut bahwa apartemen nya yang luas dan mewah tersebut tidak akan sepi, terlebih jika ia mempunya cucu. Betapa bahagianya hati bapak tersebut bisa berkumpul dan membagi kebahagiaan dengan anak dan menantunya.

Pada mulanya terjadi komunikasi yang sangat baik antara Ayah-Anak-Menantu yang membuat Ayahnya yang sangat mencintai anak tunggalnya itu tersebut tanpa sedikitpun ragu-ragu mewariskankan seluruh harta kekayaan termasuk apartment yang mereka tinggali, dibaliknamakan ke anaknya itu melalui Notaris terkenal di sana.

Tahun-tahun berlalu, seperti biasa, masalah klasik dalam rumah tangga, jika anak menantu tinggal seatap dengan orang tua, entah sebab mengapa akhirnya pada suatu hari mereka bertengkar hebat yang pada akhirnya, anaknya tega mengusir sang Ayah keluar dari apartment mereka yang ia warisi dari Ayahnya.

Karena seluruh hartanya, Apartemen, Saham, Deposito, Emas dan uang tunai sudah diberikan kepada anaknya, maka mulai hari itu dia menjadi pengemis di Orchard Rd. Bayangkan, orang kaya mantan pebisnis yang cukup terkenal di Singapura tersebut, tiba-tiba menjadi pengemis!

Suatu hari, tanpa disengaja melintas mantan teman bisnisnya dulu dan memberikan sedekah, dia langsung mengenali si ayah ini dan menanyakan kepadanya, apakah ia teman bisnisnya dulu. Tentu saja, si ayah malu danmenjawab bukan, mungkin Anda salah orang, katanya. Akan tetapi temannya curiga dan yakin, bahwa orang tua yang mengemis di Orchad Road itu adalah temannya yang sudah beberapa lama tidak ada kabar beritanya. Kemudian, temannya ini mengabarkan hal ini kepada teman-temannya yang lain, dan mereka akhirnya bersama-sama mendatangi orang tersebut. Semua mantan sahabat karibnya tersebut langsung yakin bahwa pengemis tua itu adalah Mantan pebisnis kaya yang dulu mereka kenal.

Dihadapan para sahabatnya, si ayah dengan menangis tersedu-sedu, menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya. Maka, terjadilah kegemparan di sana, karena semua orangtua di sana merasa sangat marah terhadap anak yang sangat tidak bermoral itu.

Kegemparan berita tersebut akhirnya terdengar sampai ke telinga PM Lee Kwan Yew Senior.

PM Lee sangat marah dan langsung memanggil anak dan menantu durhaka tersebut. Mereka dimaki-maki dan dimarahi habis-habisan oleh PM Lee dan PM Lee mengatakan "Sungguh sangat memalukan bahwa di Singapura ada anak durhaka seperti kalian" .

Lalu PM Lee memanggil sang Notaris dan saat itu juga surat warisan itu dibatalkan demi hukum! Dan surat warisan yang sudah baliknama ke atas nama anaknya tersebut disobek-sobek oleh PM Lee. Sehingga semua harta milik yang sudah diwariskan tersebut kembali ke atas nama Ayahnya, bahkan sejal saat itu anak menantu itu dilarang masuk ke Apartment ayahnya.

Mr Lee Kwan Yew ini ternyata terkenal sebagai orang yang sangat berbakti kepada orangtuanya dan menghargai para lanjut usia (lansia). Sehingga, agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Mr Lee mengeluarkan Kebijakan / Dekrit yaitu "Larangan kepada para orangtua untuk tidak mengwariskan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka dia buat Kebijakan berupa Dekrit lagi, yaitu agar semua Perusahaan Negara dan swasta di Singapura memberi pekerjaan kepada para lansia. Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1 tahun bekerja.

Anda tidak perlu heran jika Anda pergi ke Toilet di Changi Airport, Mall, Restaurant, Petugas cleaning service adalah para lansia. Jadi selain para lansia itu juga bahagia karena di usia tua mereka masih bisa bekerja, juga mereka bisa bersosialisasi dan sehat karena banyak bergerak. Satu lagi sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak-anak dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan diresto dsbnya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak-anak tsb dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya.

Sebaliknya, Anak di sana dididik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya.

Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri,atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya.

Mereka, warganegara Singapura seolah diingatkan oleh PM Lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orangtua merekalah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, juga yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, dan menggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.

Hormatilah, Kasihilah, Sayangilah orang tuamu selama mereka masih ada di sisimu ...

Inilah pesan mu terhadap anak-anak bangsamu, yang akan selalu kami Ingat sepanjang masa untuk kami dan anak-anak bangsa kami...

Note: Mohon share ini kepada teman-teman Anda agar menjadi pengingat kepada kita semua.

Disalin dari:
Komunitas AYAH EDY

**** Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150507211786805&set=a.10150410526896805.346248.300530356804&type=3&theater

Belajar dari Lebah dan Lalat

Mengapa lebah cepat menemukan bunga?
Dan mengapa lalat bisa sangat cepat menemukan kotoran?

Mata lebah di desain hanya untuk menemukan bunga,
Mata lalat di desain khusus untuk menemukan kotoran.

MENGAPA DEMIKIAN?
Di dalam pikiran lebah hanya madu dan madu saja, tidak ada yang lain.
Sedangkan di dalam pikiran lalat, hanyalah kotoran dan kotoran saja, tidak ada yang lain.

Alhasil susah bagi lebah untuk menemukan kotoran, tapi mudah dan cepat bagi lebah untuk menemukan bunga di manapun.

Sebaliknya, susah bagi lalat untuk menemukan bunga, tapi mudah dan cepat bagi lalat untuk menemukan kotoran di manapun.

Apa hasil akhirnya?
Lebah kaya akan madu yang sangat bermanfaat, sedangkan lalat kaya akan kuman penyakit.

PESAN MORAL
Apa yang kita pikirkan akan menghasilkan apa yang kita lihat, dan apa yang kita lihat akan menghasilkan apa yang kita peroleh.

Hidupmu sangat tergantung dengan hati dan pikiran kita.

Kalau hati dan pikiran selalu negatif, maka apa saja yang kita lihat akan selalu menjadi negatif dan hasil akhirnya adalah sebuah kehidupan negatif yang penuh permasalahan.

Sebaliknya, kalau hati dan pikiran selalu positif, maka apa saja yang kita lihat akan selalu menjadi positif dan hasil akhirnya adalah kehidupan positif yang penuh kebahagiaan. Pilihan ada di tangan kita sendiri



Disalin dari postingan
Maria Emaculata Dewi
22 Maret 2015 ·

Dialog Anak dan Ayah

Anak : "Ayah, Ayah temanku membiarkan nyamuk menggigit tangannya sampai kenyang, maksudnya supaya nyamuk itu tidak akan menggigit anaknya. Apakah Ayah akan melakukan hal yang sama?"
Ayah: "Tidak, Nak...tetapi ayah akan mengusir nyamuk sepanjang malam supaya tidak menggigit siapapun!"

Anak: "Oya Ayah, aku pernah membaca cerita tentang seorang Ayah yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan sampai kenyang. Apakah Ayah akan melakukan hal yang sama?"
Ayah: "Tidak, Nak.. Ayah akan bekerja sekuat tenaga supaya kita semua bisa makan dengan kenyang dan kamu tidak harus sulit menelan makanan karena merasa tidak tega melihat Ayahmu sedang menahan lapar!"

Sang Anakpun tersenyum bangga mendengar apa yang dikatakan Ayahnya...
Anak: "Kalau begitu, aku boleh selalu menyandarkan diriku kepada Ayah, ya?"
Sambil memeluk sang anak....
Ayah:"Tidak, Nak...Ayah akan mengajarimu berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, supaya engkau tidak harus jatuh tersungkur ketika suatu saat Ayah harus pergi meninggalkanmu"

Ayah yang bijak bukan hanya berhasil menjadikan dirinya tempat bersandar, tetapi juga berhasil bisa membuat sandaran itu tidak diperlukan...


Disalin dari postingan
Maria Emaculata Dewi
23 Maret 2015 ·

Giving is the best communication

Giving is the best communication




Arun Gandhi Berbohong

Dr. Arun Gandhi, cucu mendiang Mahatma Gandhi bercerita, pada masa kecil ia pernah berbohong kepada ayahnya. Saat itu ia terlambat menjemput ayahnya dengan alasan mobilnya belum selesai diperbaiki, padahal sesungguhnya mobil telah selesai diperbaiki hanya saja ia terlalu asyik menonton bioskop shg lupa akan janjinya.

Tanpa sepengetahuannya, sang ayah sudah menelpon bengkel lebih dulu sehingga sang ayah tahu ia berbohong.

Lalu wajah ayah tertunduk sedih; sambil menatap Arun sang ayah berkata : "Arun, sepertinya ada sesuatu yang salah dengan ayah dalam mendidik dan membesarkan kamu, sehingga kamu tidak punya keberanian untuk berbicara jujur kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki; sambil merenungkan di mana letak kesalahan nya"

Dr. Arun berkata: Sungguh saya begitu menyesali perbuatan saya tersebut. Sejak saat itu seumur hidup, saya selalu berkata jujur pada siapapun.

Seandainya saja saat itu ayah menghukum saya, mungkin saya akan menderita atas hukuman itu, dan mungkin hanya sedikit saja menyadari kesalahan saya.Tapi dengan tindakan mengevaluasi diri yang dilakukan ayah,meski tanpa kekerasan, justeru memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah diri saya sepenuhnya.

Para orangtua, mari kita membiasakan diri untuk selalu bertanya,"Apa yang salah dari saya, mengapa anak saya bisa seperti itu ....??

Have a quality time with your family.

Kecerdikan Yang Dianggap Bodoh

Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"
"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih, "Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."

PESAN MORAL:
Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya ki†a jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.

disalin dari postingan
Maria Emaculata Dewi
Pada tanggal 23 Maret 2015

Kisah Suami yang Membiarkan Istrinya Tenggelam dalam Kapal

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam:. Sepasang suami istri berlari menuju ke skoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum skoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.

Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”

Sebagian besar murid-murid itu menjawab, “Aku benci kamu!” “Kamu tau aku buta!!” “Kamu egois!” “Nggak tau malu!”

Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.

Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”

Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”

Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”

Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.

Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”

Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.

Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.

Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.

disalin dari postingan

Total Pageviews